Perang Tarif AS-China Bisa Picu Krisis Global, Ancaman Depresi Ekonomi Kembali Muncul
Ketegangan ekonomi antara Amerika Serikat dan China semakin meningkat akibat aksi saling balas tarif impor. Situasi ini dianggap sangat berisiko oleh sejumlah ekonom dan tokoh kebijakan internasional. Chatib Basri, mantan Menteri Keuangan Indonesia, menilai potensi retaliasi bisa berdampak sangat serius bagi perekonomian global. “Jika retaliasi terjadi terus-menerus, maka dunia berisiko mengalami perlambatan ekonomi yang dalam,” ujar Chatib.
Peringatan ini disampaikan dalam diskusi The Yudhoyono Institute di Jakarta, Minggu (13/4/2025). Menurutnya, retaliasi perdagangan yang berlarut bisa memicu kondisi serupa Great Depression tahun 1930. Saat itu, krisis ekonomi global terjadi akibat aksi balas dendam antarnegara dalam perdagangan internasional. “Akibatnya ekspor dunia jatuh, investasi turun, konsumsi melemah, lalu ekonomi global pun terkontraksi,” kata Chatib. Ia menambahkan bahwa kebijakan proteksionis bisa menciptakan efek domino yang membahayakan stabilitas ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya diplomasi ekonomi untuk mencegah retaliasi antarnegara.
“Upaya mencegah retaliasi harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi gejolak ekonomi global,” tambahnya. Ia juga mengingatkan bahwa pemulihan ekonomi global pasca-pandemi belum sepenuhnya kuat. “Jika perang tarif terus berlanjut, pemulihan ekonomi global bisa terancam gagal total,” tegas Chatib. Situasi ini menuntut kerja sama multilateral yang kuat untuk menjaga stabilitas dan keadilan perdagangan dunia.
Harga Emas Melejit, Investor Global Tinggalkan Dolar di Tengah Perang Dagang AS-China
Harga emas melonjak tajam, dipicu meningkatnya ketegangan ekonomi antara Amerika Serikat dan China. Konflik tarif yang dipicu oleh Trump dan dibalas oleh China membuat investor mencari aset aman. Emas spot naik hampir 2% ke level US$3.235,89 per ounce dalam perdagangan Jumat (11/4).
Sementara emas berjangka AS melonjak 2,1%, ditutup di angka US$3.244,60 per ounce. Perak spot juga mencatat kenaikan 3,2%, menyentuh US$32,18 per ounce. Palladium turut naik 0,7% menjadi US$914,87 per ounce. Namun platinum melemah tipis 0,2% ke US$936,36 per ounce.
Analis WisdomTree, Nitesh Shah, menyebut tarif tinggi menjadi pemicu utama lonjakan harga emas. China menaikkan tarif impor dari AS hingga 125%, meningkatkan ketegangan dagang secara signifikan. “Emas menjadi pilihan utama investor saat ketidakpastian meningkat,” kata Shah.
Di saat yang sama, dolar AS melemah terhadap mata uang utama lainnya. Hal ini membuat harga emas yang berbasis dolar jadi lebih menarik bagi investor global. Kepercayaan pada AS sebagai mitra dagang juga menurun, tambah Shah. Obligasi pemerintah AS turut dijual besar-besaran oleh pelaku pasar. Faktor pendukung lainnya adalah pembelian emas oleh bank sentral dan ketegangan geopolitik.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed juga mendukung kenaikan harga logam mulia. Pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga akan dimulai pada Juni 2025. Investor bahkan memproyeksikan total pemangkasan hingga 90 basis poin sampai akhir tahun. Data ekonomi terbaru menunjukkan harga produsen AS turun 0,4% pada Maret. Namun, tarif impor tinggi bisa mendorong inflasi dalam waktu dekat.
Emas sebagai aset lindung nilai diperkirakan tetap naik dalam lingkungan suku bunga rendah.
XAU/USD

SELL 3240
TP 3194
SL 3263
Minyak Naik Tajam, Ancaman Trump ke Iran dan Tarif China Jadi Katalis Global
Harga minyak dunia melonjak pada Jumat (11/4) setelah ancaman baru Amerika Serikat terhadap Iran mencuat. Brent Crude ditutup naik 2,26% ke level US$64,76 per barel dalam perdagangan global. WTI Crude turut menguat 2,38%, ditutup di harga US$61,50 per barel.
Ancaman dari Menteri Energi AS, Chris Wright, mendorong sentimen positif di pasar energi. Ia menyatakan ekspor minyak Iran bisa dihentikan untuk menekan program nuklir negara tersebut. Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, mengatakan pasar merespons ancaman ini secara serius. “Pembatasan ekspor Iran akan mengurangi pasokan minyak global,” jelas Lipow dalam wawancara. Ancaman ini datang setelah seminggu penuh gejolak pasar akibat kebijakan tarif dari Presiden Trump. Trump menaikkan tarif barang China, yang dibalas dengan tarif 125% terhadap barang-barang AS. Konflik dagang ini menimbulkan ketidakpastian dalam jalur distribusi energi dan logistik dunia.
Para pelaku pasar mulai menghitung ulang risiko geopolitik dalam perdagangan minyak global. Perselisihan AS-China dapat menurunkan volume perdagangan dan memperlambat ekonomi global. Hal ini tentu akan berdampak pada permintaan minyak yang berpotensi menurun tajam. Administrasi Informasi Energi (EIA) AS menurunkan proyeksi ekonomi dan permintaan minyak global. Mereka memperingatkan bahwa perang tarif jadi hambatan besar bagi kestabilan harga minyak. China diprediksi alami perlambatan ekonomi akibat tekanan dari kebijakan tarif AS. Efeknya bisa berantai, terutama bagi negara berkembang penghasil dan pengekspor energi. Kondisi ini menciptakan kekhawatiran atas prospek ekonomi global dan pasar energi ke depan.
WTI/USD

BUY 61.18
TP 62.39
SL 59.97
EUR/USD Melemah Lagi, Ketegangan Dagang AS-Tiongkok Picu Kekhawatiran Global
EUR/USD kembali melemah di sekitar 1,1350 setelah menguat dalam dua sesi sebelumnya. Dolar AS melemah, tapi ketegangan dagang justru menekan EUR/USD lebih rendah. Pasar khawatir terhadap meningkatnya risiko resesi akibat perang dagang antara AS dan Tiongkok. Tiongkok menaikkan tarif barang AS hingga 125% sebagai respons terhadap tarif 145% dari Trump. Menteri Keuangan Tiongkok menyatakan tindakan ini sebagai bentuk perlindungan ekonomi nasional.
Uni Eropa menangguhkan tarif balasan selama 90 hari untuk mendorong dialog dagang baru. Calon Kanselir Jerman Friedrich Merz memperingatkan tentang potensi krisis keuangan lebih cepat dari perkiraan. Merz menyarankan tarif nol persen untuk semua pihak demi meredakan ketegangan dagang global. Komentar dovish dari pejabat The Fed turut menambah tekanan terhadap nilai tukar dolar AS.
Presiden Fed Minneapolis, Neel Kashkari, menyebut ketidakpastian dagang sebagai risiko ekonomi besar saat ini. Ia membandingkan efek perang dagang dengan guncangan pandemi COVID-19 awal 2020. Indeks Dolar AS (DXY) turun tiga hari beruntun, mendekati level terendah dalam tiga tahun. Data ekonomi AS menunjukkan sinyal campuran, memperparah keraguan investor. Indeks sentimen konsumen Michigan turun ke 50,8, menandakan tekanan psikologis konsumen makin besar. Ekspektasi inflasi satu tahun naik ke 6,7%, memicu kekhawatiran terhadap kestabilan harga. Indeks Harga Produsen (IHP) melambat, sementara klaim pengangguran meningkat ke 223.000. Namun, klaim lanjutan turun ke 1,85 juta, menciptakan sinyal beragam di pasar tenaga kerja AS. Investor menunggu kejelasan penyelesaian perang dagang sebelum masuk ke pasar secara agresif. EUR/USD diprediksi akan tetap rentan selama ketidakpastian global terus meningkat.
EUR/USD

SELL 1.13823
TP 1.12130
SL 1.14845
GBP/USD Bertahan di Atas 1,3100, Dolar AS Tertekan Isu Resesi
Pasangan GBP/USD stabil mendekati 1,3100 di awal pekan, mendapat dorongan dari melemahnya Dolar AS. Bias jual terhadap USD masih kuat karena kekhawatiran resesi ekonomi AS meningkat. Penundaan tarif 90 hari oleh Trump tidak cukup menenangkan pasar global.
Trump menaikkan tarif barang China menjadi 145%, picu tekanan pada pasokan impor AS. China merespons dengan tarif 84%, menambah eskalasi perang dagang dua ekonomi terbesar dunia.
Pasar mempertanyakan ketahanan ekonomi AS dalam menghadapi konflik dagang berkepanjangan. Indeks Dolar AS (DXY) jatuh ke level terendah sejak April 2022. Data inflasi AS di bawah ekspektasi, IHK Maret menyusut 0,1%, IHK inti hanya naik 2,8%. Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed kini mencapai 90 basis poin hingga akhir 2025.
Bank of England (BoE) diperkirakan masih tahan untuk memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Perbedaan arah kebijakan moneter Fed dan BoE mendukung penguatan GBP terhadap USD. Stabilitas pasar saham ikut menekan minat pada Dolar sebagai safe haven. Pelaku pasar menanti data ketenagakerjaan dan inflasi Inggris minggu ini. Data retail AS dan pidato Powell juga berpotensi memicu volatilitas GBP/USD. Investor cenderung wait-and-see, menanti sinyal makro lebih lanjut dari kedua negara. Sentimen tetap positif untuk GBP/USD dalam jangka pendek, didukung fundamental dan divergensi kebijakan suku bunga.
GBP/USD

BUY 1.31095
TP 1.31593
SL 1.29815
BoJ Siap Bertindak Demi Inflasi 2%, Ueda Waspadai Dampak Tarif AS
Gubernur BoJ Ueda menegaskan komitmen mencapai inflasi 2% secara stabil melalui kebijakan moneter yang tepat. BoJ akan terus memantau ekonomi, harga, dan kondisi keuangan secara menyeluruh tanpa asumsi tetap. Ueda menyoroti meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan tarif Amerika Serikat.
Tarif AS dinilai berpotensi menekan ekonomi global dan Jepang melalui berbagai jalur transmisi. Kebijakan tarif dapat memicu tekanan naik atau turun pada harga domestik Jepang. Ueda menekankan bahwa dampak akhir sangat tergantung pada perkembangan kebijakan tarif AS selanjutnya. BoJ tetap fleksibel dan siap menyesuaikan kebijakan sesuai dinamika eksternal maupun internal. Pasar merespons hati-hati; USD/JPY turun 0,44%, bertahan di bawah level psikologis 143,00.
USD/JPY

SELL 142.900
TP 140.939
SL 144.580
Wall Street Optimis Sambut Laporan Keuangan Meski Bayang-Bayang Tarif Trump Terus Membayangi
Wall Street naik tajam hari Jumat, disokong optimisme musim laporan keuangan kuartal pertama. DJIA menguat 1,56% ke 40.212,71; S&P 500 naik 1,81% ke 5.363,36; Nasdaq melonjak 2,06% ke 16.724,46. Pasar tetap positif meski diterpa dampak perang dagang AS-China yang makin memanas.
CEO AXS Investments, Greg Bassuk, menyebut investor mencari sinyal redanya ketidakpastian pasar global. Dukungan Federal Reserve menjaga stabilitas keuangan disambut baik oleh pelaku pasar. Presiden The Fed Boston menegaskan kesiapan intervensi jika pasar terguncang akibat perang tarif. Namun, Beijing merespons keras kebijakan Trump, memicu volatilitas tajam harian. Ekspektasi inflasi konsumen melonjak ke 6,7%, tertinggi sejak 1981, picu kekhawatiran pasar. Indeks Harga Produsen (PPI) AS turun 0,4% di bulan lalu, redakan tekanan inflasi sesaat.
Presiden The Fed New York, John Williams, menyatakan ekonomi belum alami stagflasi. Williams menegaskan Fed akan bertindak tegas untuk cegah ancaman stagflasi di AS.
DOW JONES

BUY 40572
TP 40963
SL 39561
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham. Seluruh konten ini bersifat informatif. Max Trader Community tidak menjamin kelengkapan dan akurasinya. Max Trader Community tidak bertanggung jawab atas segala bentuk kerugian, baik langsung maupun secara tidak langsung, akibat penggunaan informasi yang tersedia di konten ini






