Daily Market Overview 05 Feb 2025
Harga Emas Tembus Rekor, Investor Berburu Aset Aman saat Perang Dagang
Harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi pada Selasa waktu Amerika atau Rabu dini hari WIB karena didorong oleh aksi investor yang buru-buru masuk ke aset safe-haven setelah China membalas kebijakan tarif AS dengan bea masuk baru.
Berdasarkan data Reuters yang dikutip di Jakarta, Rabu, emas spot naik 1,1 persen ke USD2.844,56 per ounce (sekitar Rp45,51 juta) pada pukul 01:40 p.m. ET (18:40 GMT), setelah sempat menyentuh rekor USD2.845,14 (sekitar Rp45,52 juta) di sesi perdagangan sebelumnya. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS ditutup naik 0,7 persen di level USD2.875,80 per ounce (sekitar Rp46,01 juta).
Menurut analis senior di RJO Futures, Bob Haberkorn, sentimen utama yang mendorong kenaikan emas bukan dari data ekonomi, melainkan drama tarif yang kembali memanas. “Berita tarif ini keluar tiba-tiba, dan saya rasa saat ini ini lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya,” ujarnya.
Faktor lain yang ikut mengangkat emas adalah pelemahan dolar AS yang turun 0,9 persen. Ini membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lain.
Perang Dagang Panas Lagi
China tak butuh waktu lama buat membalas kebijakan tarif AS. Mereka langsung menerapkan tarif impor ke produk AS hingga makin memanaskan konflik dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, meskipun Trump baru saja memberi kelonggaran untuk Meksiko dan Kanada.
Di sisi lain, beberapa pejabat The Fed mulai mengkhawatirkan risiko inflasi yang muncul dari kebijakan perdagangan Trump. Tiga pejabat The Fed memberi peringatan tarif impor ini bisa memperburuk inflasi. Satu di antara tiga sumber tersebut menyebutkan ketidakpastian harga mungkin akan membuat penurunan suku bunga berjalan lebih lambat dari yang diperkirakan.
Sementara itu, data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa jumlah lowongan pekerjaan di AS turun ke 7,6 juta pada Desember, lebih rendah dari ekspektasi 8 juta. Ini bisa jadi sinyal awal perlambatan ekonomi AS.
Emas Bisa Sentuh USD3.000 Tahun ini?
Secara historis, emas selalu jadi lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik. Tapi, kalau suku bunga naik, daya tarik emas bisa turun karena gak memberikan imbal hasil.
Tapi Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals, melihat tren yang berbeda kali ini. Ia menilai kebijakan perdagangan Trump yang bikin pasar makin gak stabil, ditambah dengan bank sentral global yang mulai membeli lebih banyak emas sebagai diversifikasi dari dolar AS, bisa bikin harga emas menembus USD3.000 per ounce (sekitar Rp48 juta) sebelum akhir tahun ini.
Tak cuma emas yang naik, logam mulia lainnya juga mengalami pergerakan signifikan:
- Perak spot naik 2,5 persen ke USD32,33 per ounce (sekitar Rp517.280).
- Platinum menguat 0,4 persen ke USD967,94 per ounce (sekitar Rp15,49 juta).
- Palladium justru turun 1,3 persen ke USD994 per ounce (sekitar Rp15,9 juta).
Investor sekarang mengalihkan fokus mereka ke data tenaga kerja AS yang akan dirilis dalam laporan ADP Employment Report (Rabu) dan Payroll Report (Jumat), serta beberapa pernyataan dari pejabat The Fed yang bisa memberikan sinyal arah kebijakan moneter selanjutnya.
Tren Menanjak
Harga emas dunia sebekumnya mencapai rekor tertinggi pada Senin, 3 Februari 2025, karena didorong oleh arus masuk aset safe-haven setelah tarif yang diberlakukan oleh Trump terhadap Kanada, China, dan Meksiko meningkatkan kekhawatiran akan inflasi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Data Reuters menunjukkan harga emas spot naik 0,8 persen menjadi USD2.818,99 per ons, setelah sebelumnya menyentuh rekor USD2.830,49 dalam sesi perdagangan. Kontrak berjangka emas AS ditutup naik 0,8 persen pada USD2.857,10.
Meskipun biasanya dolar yang kuat memiliki efek menekan pasar emas, harga emas terus menguat karena permintaan aset safe-haven yang didorong oleh ketidakpastian seputar tarif Trump, kata David Meger, direktur perdagangan logam di High Ridge Futures.
Tarif 25 persen yang diberlakukan Trump terhadap impor dari Kanada dan Meksiko mulai Selasa, 4 Februari 2025 serta tarif 10 persen terhadap barang-barang dari China, memicu kekhawatiran perang dagang yang dapat memperlambat pertumbuhan global dan meningkatkan inflasi.
Kanada dan Meksiko telah mengumumkan langkah-langkah balasan, sementara China menyatakan akan menggugat tarif tersebut di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan mengambil tindakan balasan yang belum ditentukan.
Namun, Trump mengumumkan penundaan tarif impor Meksiko selama satu bulan. Pasar masih belum sepenuhnya yakin dengan sejauh mana perang dagang ini akan berkembang, kata Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities.
“Kita belum melihat respons penuh dari emas, dan jika perang dagang ini berlanjut dalam jangka waktu yang cukup lama, harga emas bisa naik secara signifikan di masa depan,” kata Melek.
XAU/USD

BUY 2841
TP 2855
SL 2817
GBP/USD Melanjutkan Pemulihan tetapi Tetap di Atas Dasar yang Rapuh
GBP/USD terus naik lebih tinggi pada hari Selasa, melanjutkan pemulihan setelah penurunan awal minggu ini karena kekhawatiran terhadap perang dagang yang dipicu oleh ancaman menyeluruh Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan tarif yang ketat pada konstituennya sendiri dalam upaya untuk menghukum beberapa sekutu dagang terdekat AS. Tarif, yang seharusnya mulai berlaku pada hari Selasa, telah ditunda selama 30 hari lagi, menandai penarikan ancaman ketiga berturut-turut oleh Presiden Trump saat ia mengamankan konsesi yang sebagian besar sudah diberikan kepada pemerintahan sebelumnya.
Sesi tengah minggu akan dipenuhi dengan sedikit data ekonomi karena berita-berita geopolitik menjadi tidak terlalu penting saat para investor mengabaikan pidato panjang lebar Presiden Trump tentang keluhan yang dirasakannya. Bahkan jika pembicaraan tarifnya memiliki peluang untuk terwujud, Inggris tidak mungkin memancing kemarahan perdagangan khusus dari Donald Trump.
Angka Perubahan Ketenagakerjaan ADP AS akan dirilis pada hari Rabu, tetapi angka yang tidak stabil ini tidak mungkin memicu banyak momentum. Hasil survei aktivitas Indeks Manajer Pembelian (IMP) Jasa ISM AS untuk bulan Januari juga diharapkan, tetapi angka tersebut diprakirakan akan bergeser ke 54,3 dari 54,1. Data utama AS minggu ini adalah Nonfarm Payrolls pada hari Jumat, yang diperkirakan akan turun menjadi 170 ribu dari 256 ribu.
Pengumuman suku bunga Bank of England (BoE) yang akan datang pada hari Kamis secara luas diharapkan akan memberikan penurunan seperempat poin ke pasar. Dengan Federal Reserve (The Fed) AS yang tegas dalam sikap menunggu dan melihat atas kebijakan AS yang tidak konsisten, diferensial suku bunga Cable diprakirakan akan sedikit melebar minggu ini, yang membatasi potensi bullish.
GBP/USD

BUY 1.24778
TP 1.25220
SL 1.24080
EUR/USD Memantul karena Tekanan Pasar Mereda
EUR/USD melonjak lebih tinggi sebesar delapan persepuluh persen pada hari Selasa, memulihkan kerugian tetapi gagal merebut kembali level 1,0400. Fiber telah menghentikan penurunan selama enam hari, tetapi momentum bullish secara keseluruhan tetap tipis dengan Euro bergantung arus pasar secara keseluruhan dan angka Nonfarm Payrolls (NFP) AS yang akan datang.
Penurunan awal minggu EUR/USD menuju 1,0200 yang dipicu oleh tarif yang akan datang dari Presiden AS Donald Trump telah pulih dengan kuat setelah pemerintahan Trump mengambil setiap alasan yang bisa ditemukan untuk menghindari ancaman yang diberlakukan sendiri untuk mengenakan pajak pada warganya sendiri karena mengimpor barang dari negara lain. Ancaman pajak impor tetap sebesar 10% terhadap barang-barang produksi Eropa masih ada, namun perubahan mendadak menjadi konsesi pada hampir semua negara yang menjadi target Presiden Trump, kecuali Tiongkok, telah membuat para investor yakin bahwa sikap tersebut hanyalah itu dan tidak lebih. Biaya impor 10% pada barang-barang dari Tiongkok masih berlaku, tetapi Presiden Trump juga gagal menindaklanjuti ancamannya untuk menggandakan tarif secara sewenang-wenang pada negara mana pun yang membalas.
Sebagai catatan, tarif balasan Tiongkok sebesar 10% terhadap barang-barang buatan AS adalah sebuah tindakan yang dibuat-buat; sangat sedikit barang buatan AS yang sampai ke pasar Tiongkok, dan langkah ini sebagian besar bersifat simbolis. Para investor sekarang mengabaikan sebagian besar retorika perdagangan Presiden Trump karena pemerintahan AS mengacaukan pengaturannya sendiri, dan ancaman tarif di masa mendatang kemungkinan besar akan berdampak kecil karena konsesi di masa mendatang sudah diperhitungkan terlebih dahulu.
Data Perubahan Ketenagakerjaan ADP AS akan dirilis pada hari Rabu; namun, angka yang tidak menentu ini tidak diharapkan menghasilkan pergerakan yang signifikan. Selain itu, laporan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Jasa ISM AS untuk bulan Januari diantisipasi, dengan proyeksi menunjukkan kenaikan dari 54,1 menjadi 54,3. Data AS yang paling kritis minggu ini adalah Nonfarm Payrolls pada hari Jumat, yang diprediksi turun dari 256 ribu menjadi 170 ribu.
EUR/USD

BUY 1.03777
TP 1.04200
SL 1.03041
Pembeli Yen Jepang Mempertahankan Kendali di Tengah Spekulasi Kenaikan Suku Bunga BoJ; USD/JPY Menggoda 153,00
Yen Jepang (JPY) mendapatkan kembali traksi positif yang kuat setelah data yang dirilis Rabu pagi ini menunjukkan kenaikan upah riil Jepang, yang menegaskan kembali taruhan bahwa Bank of Japan (BoJ) akan menaikkan suku bunga lagi. Hal ini menandai perbedaan besar dibandingkan dengan ekspektasi bahwaFederal Reserve (The Fed) akan menurunkan biaya pinjaman dua kali pada akhir tahun ini. Penyempitan selisihsuku bunga antara Jepang dan AS yang diakibatkannya semakin menguntungkan JPY yang berimbal hasil lebih rendah.
Hal ini, bersama dengan penurunan Dolar AS (USD) yang moderat, menyeret pasangan mata uang USD/JPY ke kisaran 153,00, atau level terendah sejak 13 Desember selama sesi Asia. Meski demikian, kekhawatiran bahwa Jepang juga akan menjadi target tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump dan sentimen pasar yang optimis dapat menjadi penghambat bagi JPY yang merupakan aset safe haven. Meskipun demikian, latar belakang fundamental tampaknya cenderung mendukung para pembeli JPY.
USD/JPY

SELL 154.321
TP 153.314
SL 154.663
Harga Minyak WTI Turun, Brent Malah Naik
Houston: Harga minyak mentah mengalami pergerakan yang berbeda pada perdagangan Selasa waktu setempat (Rabu WIB) di tengah meningkatnya risiko kekhawatiran terhadap perdagangan internasional. Mengutip Investing.com, Rabu, 5 Februari 2025, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret 2025 turun 46 sen, atau sekitar 0,63 persen, menjadi USD72,7 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara harga minyak mentah Brent untuk pengiriman April 2025 naik 24 sen, atau sekitar 0,32 persen, menjadi USD76,2 per barel di London ICE Futures Exchange.
Kekhawatiran tarif impor perdagangan
Harga minyak dunia sempat anjlok di awal sesi perdagangan setelah Kementerian Keuangan Tiongkok mengumumkan rencana penetapan tarif impor 15 persen terhadap batu bara dan gas alam cair dari Amerika Serikat (AS) serta tarif impor 10 persen terhadap minyak mentah, peralatan pertanian, dan beberapa produk otomotif AS mulai 10 Februari 2025.
Langkah tersebut diambil sebagai balasan atas diberlakukannya tarif impor 10 persen terhadap produk Tiongkok oleh AS. Harga minyak dunia kemudian terdongkrak penandatanganan memorandum presiden oleh Presiden AS Donald Trump yang berisikan perintah terhadap Menteri Keuangan AS Scott Bessent untuk menerapkan tekanan ekonomi maksimal terhadap Iran. Sehingga, ekspor minyak Iran kembali mendekati nol seperti yang terjadi di masa pemerintahan Trump yang pertama. Iran sendiri diketahui menghasilkan sekitar 3,3 juta barel minyak per hari.
WTI/USD

BUY 72.75
TP 73.70
SL 71.05
Wall Street Bangkit, Saham Teknologi Pulih
Setelah sempat gonjang-ganjing gara-gara ancaman tarif Donald Trump, Wall Street akhirnya kembali tenang pada Selasa waktu setempat atau Rabu dini hari WIB. Kali ini, saham-saham teknologi yang jadi jagoan. Salah satunya Palantir Technologies, perusahaan yang lagi naik daun berkat euforia kecerdasan buatan, sukses bikin indeks AS melesat setelah laporan keuangan mereka lebih kuat dari perkiraan.
Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025, S&P 500 naik 0,7 persen setelah sehari sebelumnya jungkir balik akibat kekhawatiran perang dagang. Dow Jones ikut menambah 134 poin (0,3 persen), sementara Nasdaq yang dipenuhi saham teknologi melesat 1,4 persen.
Trump, yang sehari sebelumnya bikin pasar panik, akhirnya setengah mengendurkan tensi dengan menunda penerapan pajak impor terhadap produk Kanada dan Meksiko selama satu bulan. Pengumuman soal Kanada baru keluar setelah jam perdagangan tutup, tapi efeknya tetap terasa keesokan harinya. Wall Street sedikit lega karena ini memperkuat harapan lama mereka: mungkin Trump sebenarnya cuma gertak sambal. Investor melihat tarif hanyalah alat negosiasi buat Trump, bukan kebijakan permanen. Lagipula, sejarah menunjukkan bahwa Trump cukup sensitif terhadap reaksi pasar modal. Kalau Wall Street babak belur gara-gara perang dagang, kemungkinan besar dia bakal cari cara buat mundur teratur.
Tapi jangan senang dulu. Beberapa analis mengingatkan ancaman tarif Trump tetap harus dianggap serius. Dalam laporan terbaru Bank of America (BofA) Global Research, tim analis yang dipimpin Mark Cabana menyebutkan “pasar saham adalah barometer kebijakan pemerintah AS, dan setiap kebijakan yang merugikan aset berisiko kemungkinan bakal dikoreksi cepat.” Dengan kata lain, lebih baik tetap hati-hati.
Menurut mereka, pelajaran dari drama tarif ini jelas, yakni pemerintahan Trump bersifat transaksional alias belum ada yang benar-benar final sampai keputusan resmi keluar.
Faktanya, Trump tetap melanjutkan pajak 10 persen untuk perusahaan AS yang mengimpor barang dari China. Beijing tak tinggal diam. Pada Selasa krmarin, China langsung membalas dengan mengumumkan tarif balasan serta investigasi antimonopoli terhadap Google.
Namun, tarif baru dari China, termasuk bea 15 persen untuk batu bara dan gas alam cair asal AS, serta 10 persen untuk minyak mentah, alat pertanian, dan mobil bermesin besar, baru akan berlaku Senin pekan depan. Masih ada waktu buat negosiasi antara Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum perang dagang ini benar-benar pecah.
Sebagian analis di Wall Street melihat konflik dagang dengan China beda kasus dibandingkan perselisihan Trump dengan negara lain. Dalam hubungan dagang dengan Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa, Trump kemungkinan besar bakal berusaha cari titik temu. Tapi untuk China, kemungkinan besar dia bakal tetap keras kepala, sama seperti yang dia lakukan di periode pertama.
Analis di Macquarie, Thierry Wizman, berujar, “Untuk sekutu AS, hasil dari semua drama ini lebih cenderung ke arah kompromi, bukan perang tarif.”
Saham Teknologi Bangkit, Otomotif Mulai Pulih
Saham Alphabet, induk perusahaan Google, tetap naik 2,5 persen meskipun ada ancaman investigasi dari China. Perusahaan ini baru mengumumkan laporan keuangan setelah jam perdagangan tutup, dan investor tampaknya optimistis.
Di sektor lain, saham-saham yang sempat goyang akibat ancaman tarif Meksiko akhirnya mulai pulih. Industri otomotif yang sebelumnya anjlok—karena sebagian besar produksinya berbasis di Meksiko—hari ini mulai naik. General Motors naik 1,4 persen, sedangkan Ford melompat 2,7 persen.
Salah satu bintang utama di Wall Street adalah Palantir Technologies, yang terbang 24 persen setelah mencatat laba lebih tinggi dari perkiraan analis di kuartal terakhir. Perusahaan yang berbasis di Denver ini juga memberikan proyeksi pendapatan yang melampaui ekspektasi pasar. CEO Alexander Karp bahkan sesumbar bahwa Palantir kini ada di pusat revolusi kecerdasan buatan (AI).
Di sisi lain, tak semua laporan keuangan berbuah manis. Merck, raksasa farmasi, malah ambruk 9,1 persen, meskipun berhasil melampaui ekspektasi laba dan penjualan di kuartal terakhir. Penyebabnya karena pendapatan ke depan kurang menggembirakan, terutama setelah penundaan pengiriman salah satu produk andalannya ke China.
Secara keseluruhan, S&P 500 naik 43,31 poin ke level 6.037,88, Dow Jones bertambah 134,13 poin ke 44.556,04, dan Nasdaq melesat 262,06 poin ke 19.654,02.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury sedikit turun setelah laporan terbaru menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS mulai kehilangan sedikit daya dorong terhadap inflasi. Jumlah lowongan kerja di akhir Desember ternyata lebih rendah dari perkiraan ekonom yang bisa diartikan sebagai tanda perlambatan, tapi masih dalam kondisi yang sehat.
Imbal hasil Treasury 10 tahun turun menjadi 4,51 persen dari 4,56 persen pada akhir perdagangan Senin. Sementara itu, Treasury 2 tahun, yang lebih sensitif terhadap ekspektasi suku bunga The Fed, turun menjadi 4,21 persen dari 4,25 persen.(*)
Dow Jones

BUY 44645
TP 44857
SL 44383






